Sebuah
kapal besar melintas di atas gelombang laut Cilacap, satu-satunya kota bandar yang
terdapat di pantai selatan Jawa. Di sanalah ia hendak bersauh sebentar sebelum kembali berlayar ke bandar lain. Di ujung selatan kota bandar itu, terdapat sebuah
benteng kuno peninggalan Belanda yang dengan tenang menyaksikan pergantian hari
demi hari. Di masa kolonial, ia menyambut kapal-kapal yang hendak bertandang di
Cilacap, di masa Perang Dunia Kedua, ia tak bisa berbuat apa-apa ketika bom-bom
pesawat Jepang menghujam Cilacap, hari ini, ia menjadi salah satu daya tarik
wisata di Cilacap. Benteng itu kini dikenal dengan nama Benteng Pendem Cilacap…
 |
Benteng Pendem dilihat dari maps.google.com. |
Suatu
siang di bulan Juli tahun 2017, selepas dari Kerkhof Cilacap, saya dan rombongan Banjoemas Heritage
bertandang ke Benteng Pendem Cilacap. Tidak seperti benteng pada umumnya,
sejatinya tidak ada nama yang jelas untuk benteng ini. Sebutan yang dikenal
sekarang merujuk pada struktur benteng yang sengaja dipendam tanah untuk
menahan peluru artileri. Benteng Pendem sendiri dalam dokumen lama disebut Kustbatterij op De Lantong te Tjilatjap atau
Benteng Pantai di Tanjung Cilacap.
 |
Gambar rancang benteng Pendem berbentuk poligonal. |
 |
Benteng Pendem ( Fort ) diletakan di pintu gerbang pelabuhan untuk menghalau kapal usuh, |
Berbicara
tentang sejarah benteng ini, tentu masih ada persinggungan dengan nilai penting
Cilacap di mata Belanda. Lama sebelum orang Eropa menginjakan kaki di
Nusantara, bagian selatan pulau Jawa masih dipandang sebelah mata. Tiada nilai
strategis dari wilayah yang berada di luar jalur dagang ini. Sepinya kapal yang
melintas disebabkan oleh kondisi alam yang memiliki ombak besar yang timbul
akibat dasar laut yang curam. Sehingga celakalah kapal jika berlabuh di sana.
Sebab itulah pesisir selatan lebih tertinggal dibanding pesisir utara bahkan
ketika Belanda tibapun pesisir selatan masih terpinggirkan. Saat Belanda
mendengar berita mendaratnya sebuah
kapal berbendera Inggris di Nusakambangan, barulah Belanda mengadakan usaha
untuk menggali pantai selatan. Salah seorang Belanda, Cornelia Coops kemudian
menyelediki pesisir selatan pada 1698. Kendati demikian, Belanda masih enggan
mengembangkannya.
 |
Gubernur Jenderal Jean Jacob Roschussen mengembangkan pelabuhan Cilacap untuk kepentingan militer dan ekonomi. Sekembalinya ke Belanda, ia diangkat menjadi Perdana Menter. |
Setelah
dipukul tentara Inggris dari pantai utara pada tahun 1811, barulah Belanda
sadar perlunya sebuah pintu belakang yang bisa menjadi pintu keluar andaikata
mereka diblokade. Di sepanjang selatan Jawa, Cilacap adalah tempat terbaik
untuk dijadikan pelabuhan karena terlindung oleh Pulau Nusakambangan. Namun keunggulanan
tadi juga ada titik lemahnya karena karena tidak menutup kemungkinan dengan
keadaan pantainya yang tenang, musuh dapat merintangi perairan Cilacap sehingga
sukar bagi kapal Belanda untuk keluar masuk. Selain untuk kepentingan militer,
Belanda juga melihat potensi Cilacap yang dapat dikembangkan untuk pelabuhan
dagang. Hasil bumi yang berasal dari karesidenan Bagelen dan Banyumas dapat
diekspor keluar lebih cepat. Karena itulah sejak masa Gubernur Jenderal J.J.
Rochussen ( 1845-1851 ), Cilacap dikembangkan sebagai kota pelabuhan walau
tidak sebesar Batavia, Semarang, atau Surabaya.


 |
Blockhouse, tempat tentara dapat menembakan senanpannya dengan aman. |
Begitu
pentingnya Cilacap di mata Belanda sehingga pemerintah kolonial beritikad untuk
mempertahankan pintu belakangnya yang penting ini. Salah satu langkah yang
ditempuh untuk mengamankan Cilacap adalah dengan menempatkan benteng tepat di
gerbang masuk Cilacap. Setelah mendirikan Benteng Klingker dan Benteng Karangbolong di
Nusakambangan, didirikanlah sebuah benteng baru yang lebih kuat di tanjung
Cilacap pada tahun 1861 ( Kemendkibud, 2014; 144 ).
 |
Pintu masuk benteng. Benteng Pendem dahulu dilengkapi dengan jembatan angkat. |
 |
Parit dan dinding Benteng Pendem. Di bagian dinding tampak celah yang dipakai sebagai lubang tembak. |

 |
Parit pelindung benteng |
Kamipun kemudian
menyusur beberapa bagian benteng yang kini tinggal separo saja karena sisi
utara sudah disisihkan menjadi area tangki minyak. Saat benteng ini utuh, jika
dipandang dari udara, Benteng Pendem berbentuk segi lima. Untuk
perlindungannya, benteng ini dilindungi dengan parit dan bukit tanah. Pada masa
pembangunan benteng pendem, dikenalnya teknologi explosive shells yang langsung meledak begitu menghantam target
membuat pertahanan benteng kuno berdinding bata tebal terlihat usang. Sebagai
tanggapan dari teknologi explosive shells
para insinyur zeni menyempurnakan benteng pertahanan dengan benteng berbentuk
poligon. Parit diperdalam kemudian sisi-sisinya tidak lagi landai tapi tegak
lurus. Benteng Pendem diperkuat lagi dengan blockhouse
atau rumah tembak prajurit.
 |
Barak prajurit yang dibangun tahun 1871. |
 |
Lapangan di tengah benteng. |
 |
Untuk kebutuhan air, benteng pendem dilengkapi sumur yang berada di dalam tembok benteng, sehingga kebutuhan air bersih tetap ada walau benteng pendem dikepung. |
Kami kemudian sampai di
ruang barak. Para prajurit benteng tinggal di barak berupa 14 kamar yang
berderet memanjang. Pada salah satu kamar, tertoreh sengkalan “1871”, tahun
barak itu dibangun. Dalam buku Forts in Indonesia diuraikan bahwa barak itu dipakai sebentar saja gara-gara
pecah wabah malaria yang menjangkiti prajurit di dalam benteng dan
mengakibatkan korban jiwa. Letak benteng yang berada di pesisir yang lembab
menjadi kerajaan nyamuk-nyamuk Anopheles.
Setelah Cilacap terhubung dengan jalur kereta pada 1888, buru-buru prajurit
meninggalkan benteng maut itu dan pindah ke garnisun di pedalaman yang lebih
sehat.

 |
Ruang penjara. |
 |
Ruang klinik. |
 |
Gudang amunisi. |
 |
Ruang akomodasi. |
Dari ruang barak, kami beranjak ke
bagian tengah benteng. Di sana terdapat ruang terbuka dan ruang-ruang dengan
kegunaaan tertentu yang mengitari lapangan tadi. Ruang-ruan tadi meliputi ruang
penjara, ruang akomodasi, gudang senjata, gudang amunisi, dan klinik. Agar
susah diincar, maka ruang-ruang tadi dipendam tanah. Dari situlah sebutan
Benteng Pendem berasal.
 |
Tangga menuju bagian atas benteng. |
 |
Bekas tempat meriam. |
Kustbateri
atau Coastal Batterij atau bateri pantai Cilacap adalah puncak
teknologi pertahanan yang pernah dibangun Belanda di Indonesia. Sebagai sebuah
bateri, meriam yang dipasang di benteng pendem lebih banyak jumlahnya dibanding
benteng biasa. Dengan meriam berkaliber 25 cm, benteng ini siap meladeni musuh
yang hendak mendarat di Cilacap. Satu meriam pantai setara kekuatannya dengan
tiga meriam kapal perang. Kuatnya pertahanan ini tentu bertalian dengan
pentingnya Cilacap di mata Belanda karena Cilacap menjadi satu-satunya
penghubung mereka dengan dunia luar jika suatu saat terjadi hal buruk di Jawa.
 |
Bekas tempat meriam yang dibangun menjelang Perang Dunia Kedua. |
Setelah ditinggalkan pada tahun 1888
silam, menjelang kemelut Perang Dunia Kedua, Belanda kembali memakai benteng
ini. Kali ini benteng pendem diperkuat dengan teknologi pertahanan terakhir
berupa meriam turret yang dilindungi kubu dari beton, bahan bangunan yang sudah
dikenal pada saat itu dan lebih kuat ketimbang bata. Saat Perang Dunia Kedua,
benteng pendem sempat berjumpa dengan kapal perang berbendera Amerika, USS
Houston pada bulan Februari 1942 dan ternyata itu adalah perjumpaan terakhirnya
karena satu bulan kemudian, kapal itu gugur di Selat Sunda. Bom-bom yang dijatuhkan
dari udara oleh pesawat Mitsubishi G3M
milik Jepang jelas tak bisa dilawan benteng yang lebih berfokus ke pesisir
bukan ke udara. Walau sudah diperkuat kembali, pada akhirnya benteng itu gagal
melindungi kota Cilacap dari serbuan musuh yang lebih mutakhir persenjataanya.
Referensi
Junearto, Wendy Fansiya. 2014. Fungsi Benteng Peninggalan Belanda di Kabupaten Cilacap :
Pendekatan Lokasional, Yogyakarta; Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada,
Skripsi.
Tim Penyusun. 2012. Forts in Indonesia. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.