Rabu, 05 Juli 2017

Menyusuri Kembali Sisa Kejayaan PG Jenar, Pabrik Gula Pertama dan Terakhir di Purworejo

Desa Plandi yang berada di bawah Kecamatan Purwodadi sebagaimana desa-desa di belahan selatan Purworejo  memiliki bentang lahan berupa hamparan sawah hijau nan luas. Banyak yang tak menyangka di desa tersebut pernah berdiri sebuah pabrik gula yang orang-orang tua zaman dulu menyebutnya sebagai PG Jenar. Dalam sejarah lokal Purworejo, nama PG Jenar barangkali telah lama terkubur oleh waktu. Sedikitnya literatur dan saksi sejarah yang masih hidup membuat PG Jenar semakin tenggelam. Pada tulisan Jejak Kolonial kali ini, saya mencoba untuk mengusut jejak-jejak satu-satunya pabrik gula yang dibangun di Purworejo.
Keadaan PG Jenar saat ini dilihat dari citra satelit. Keterangan ; A. Lokasi bangunan pabrik ; B. Kompleks perumahan karyawan PG ; C. Rumah dinas PG Jenar yang masih terisa ; D. Lokasi Rumah administrateur.
Dibutuhkan usaha lebih untuk menemukan letak PG Jenar. Tidak seperti bekas pabrik gula yang pernah saya temukan, PG Jenar rupanya belum tercantum pada peta topografi yang dibuat pemerintah kolonial. Sebab itulah ketika awal menelusuri letak PG Jenar, saya sempat salah lokasi. Beruntung, warga sekitar yang tampaknya sudah lama tinggal di sana memberitahukan lokasi PG Jenar yang benar kepada saya. Untuk membayangkan seperti apa rupa PG Jenar di masa lampau, saya mencoba untuk mencari foto-foto lama PG Jenar di dunia maya. Beruntung, foto-foto lama PG Jenar yang terdapat di dunia maya cukup lengkap. Di samping itu, tulisan insinyur A.J. Van der Linden yang berjudul "De Inrischting Suikerfabriek op Java" dalam jurnal teknik De Ingeneur tahun 1918 menggambarkan dengan baik proses pendirian PG Jenar dan data-data teknis lainnya. Jika dirangkai, foto dan tulisan tersebut dapat menceritakan perjalanan PG Jenar dari proses pembangunannya hingga ketika PG tersebut selesai dibangun. 
PG Jenar tampak dari udara (Sumber : beeldbankwo2).
Lalu bagaimana gerangan cerita sejarah PG Jenar ? Tahun 1900an adalah “era ke-emasan” pemerintahan kolonial di Nusantara. Satu persatu wilayah di Nusantara mulai ditundukan oleh pemerintah kolonial. Dunia perekonomian di Hindia-Belanda juga sedang mengalami gairah puncaknya. Jalur-jalur kereta mulai membentang di seantero pulau Jawa. Transportasi dari Eropa ke Hindia-Belanda dan sebaliknya semakin mudah berkat dibukanya Terusan Suez. Diterapkannya liberalisasi ekonomi Hindia-Belanda memberikan kesempatan besar bagi para kapitalis untuk menanam modalnya di Hindia-Belanda. Bagai cendawan di musim hujan, berbagai industri dan perkebunan segera saja bermunculan seperti teh, kopi, karet, dan tebu. Nama yang terakhir merupakan primadona di kalangan investor Belanda. Pada awal abad 20, industri gula mengalami perkembangan yang fantastis. Pabrik-pabrik tua dimodernisasi dan kapasitas gilingnya ditingkatkan.
Lokasi PG Jenar pada peta tahun 1920 (simbol bangunan pabrik). (Sumber : maps.library.leiden.edu)
Karesidenan Kedu tempat PG Jenar berdiri memiliki jumlah pabrik gula paling sedikit jika dibandingkan dengan Karesidenan lain. Tercatat hanya ada dua pabrik gula di Kedu, yakni PG Prembun di Kebumen dan PG Jenar yang menjadi satu-satunya pabrik gula yang pernah berdiri di Purworejo. Pendirian pabrik gula di Purworejo juga terbilang telat dibanding tempat lain. Bandingkanlah dengan PG Tasikmadu di Karanganyar yang dibangun tahun 1871 atau lebih tua lagi, PG Gondangwinangun di Klaten yang telah ada semenjak tahun 1860. Sementara itu, PG Jenar baru dirintis pada awal abad 20. Menurut jurnal dagang De Indische Mercuur, "N.V. Suikeronderneming Poerworedjo" secara resmi dibentuk pada 4 Desember 1908 dan merupakan perusahaan hasil patungan antara dua perusahaan, Patijn van Notten Co. dan Wurfbain Son. Dewan direksi pertamanya terdiri dari S.C. van Musschenbroek (mantan pejabat Nederlandshce Handel-Maatschappij), F.M. Delfos, Ph. L. von Hamert, Abram Muller, J.W. Ramaer, Jam A. R. Schuurbeque Boeye, dan mantan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Jhr. C. H. A. van der Wijck. 
Lahan yang akan dibangun pabrik (sumber : troppenmuseum.nl).
Bangunan gudang yang akan dipakai sebagai tempat penyimpanan komponen mesin (sumber : troppenmuseum.nl).
Pemasangan rangka besi (sumber : troppenmuseum.nl).
Tempat pembuatan bata untuk material pabrik (sumber : troppenmuseum.nl).
Lokomotif mallet yang digunakan untuk mengangkut material pasir dari Sungai Bogowonto (sumber : troppenmuseum.nl).
Pemasangan tegel (sumber : troppenmuseum.nl).
Kendati perusahaan sudah dibentuk, namun bukan berarti bangunan pabrik langsung didirikan begitu saja. Ada perencanaan lain yang harus dilakukan seperti pemilihan lokasi, pengurusan izin, penyiapan modal, dan pembebasan lahan. Untuk keperluan hal tersebut, Van Musschenbroek diutus untuk mencari calon lokasi pabrik serta mengurus izin pendirian pabrik kepada Residen Kedu. Sebidang lahan di dekat Desa Jenar, Distrik Purwodadi kemudian dipilih perusahaan sebagai lokasi pabrik. Pilihan yang tepat karena letaknya dekat dengan akses transportasi berupa jalan raya Yogyakarta-Purworejo dan jalur kereta Yogyakarta-Cilacap. Di samping itu, lokasi ini dipilih karena keadaan tanahnya yang subur, iklimnya yang sesuai dan sumber airnya yang melimpah. Berselang sembilan tahun kemudian, tepatnya pada 28 Februari 1917, N.V. Suikeronderneming Poerworedjo memberi kontrak kepada biro konstruksi asal Yogyakarta, Technish Bureau E. Rombouts untuk membangun pabrik yang "mampu menggiling sebanyak 40.000-48.000 pikul atau 2 ton tebu per hari dan harus dapat ditingkatkan seiring dengan perluasan area lahan". Persiapan pun dilakukan dari mulai merancang konstruksi gedung pabrik hingga merencanakan mesin apa yang akan dipasang. Setelah melewati tahap perencanaan, tahap berikutnya adalah pemesanan mesin-mesin yang dibutuhkan. Seluruh mesin dan material logam untuk PG Jenar dikerjakan oleh pabrikan Belanda. Hanya lokomotif lori dan mesin putaran saja yang dibuat di tempat lain. Sekitar bulan Juni-Juli tahun 1918, pesanan komponen dan material telah tiba di Jawa tepat pada waktunya dan sesuai jadwal. Dari pelabuhan, mesin-mesin tersebut kemudian diangkut ke lokasi pabrik menggunakan kereta.
Rancangan bangunan pabrik gula Jenar yang dibuat oleh Van der Linden (Sumber : De Javasuikerindustrie in woord en beeld)

Miniatur yang dipamerkan oleh Algemeene Syndicaat van Suikerfabriekten van Ned. Indie untuk Brussels 1910 yang mengacu pada rancangan PG Purworejo (Sumber : De Javasuikerindustrie in woord en beeld)
Bagian pabrik yang terlebih dahulu dibangun adalah gudang dan bengkel. Hampir seluruh material dan mesin pabrik didatangkan dari luar negeri dan diangkut dari pelabuhan menggunakan kereta sehingga dibuatkan juga jalur kereta yang menghubungkan pabrik dengan jalur kereta Yogyakarta-Cilacap. Jalur kereta tersebut juga akan menjadi sarana pendistrisbusian gula pabrik. Material yang tidak didatangkan dari luar negeri hanyalah batu-bata yang dibuat di lokasi pembangunan dan material pasir yang ditambang dari Sungai Bogowonto. Di tengah tahap pembangunan, secara tak terduga terjadi bencana banjir. Akibat banjir itu, sebagian besar batu-bata yang belum dikeringkan hancur dan batu kapur 
yang ditambang dari bukit di dekatnya akhirnya digunakan sebagai material pengganti. Banjir tersebut juga menyebabkan kedatangan pesanan mesin lainnya tersendat selama satu bulan. Untuk tenaga kerjanya, Van der Linden menyebutkan bahwa sebagian besar tenaga kerja diambil dari tempat lain karena penduduk sekitar enggan bekerja di sana. Selain mendatangkan tenaga kerja dari tempat lain, kontraktor memanfaatkan transportasi kereta api kecil untuk mengangkut pasir dari Sungai Bogowonto ke lokasi pabrik. Selama pembangunan, tidak terjadi kecelakaan kerja yang serius. Satu-satunya insiden adalah ketika bagian perancah kepala derek patah dan ambruk saat kepala derek akan dinaikkan. Untungnya kerusakan tersebut bisa segera diperbaiki. Waktu yang diperlukan untuk perencanaan dan pembangunan PG Jenar adalah dua tahun.
Bangunan pabrik dilihat dari sebelah barat (Sumber : troppenmuseum.nl).
Bangunan pabrik gula Jenar setelah dibangun. Sumber : troppenmuseum.nl
Proses penggilingan tebu di PG Jenar. Sumber : troppenmuseum.nl
Mesin-mesin yang ada di dalam pabrik ( Sumber : troppenmuseum.nl )
Dalam Gids voor ambtenaar in Nederlands Oost Indie, disebutkan bahwa PG Jenar adalah pabrik gula terbesar di Jawa Tengah. Ketika musim giling tiba, tenaga kerja yang dikerahkan bisa sampai lebih dari seribu orang. Dikutip dari tulisan Pak Slamet Wijadi di bloggerpurworejo.com/2011/05/pabrik-gula-jenar/, ketika PG Jenar akan memulai musim giling tebu, digelar sebuah upacara semarak yang dikenal sebagai cengbengan. Hampir semuah pabrik gula di Jawa memiliki tradisi seperti ini. Tujuannya supaya hasil gilingan melimpah dan tidak ada kecelakaan dan halangan selama proses penggilingan. Selama PG Jenar berjalan, bukan berarti tiada masalah yang ditemuinya. Salah satu masalah adalah bahwa sedikit penduduk sekitar yang mau bekerja di pabrik. Oleh karena itu, pabrik terpaksa mendatangkan pekerja dari luar daerah yang membutuhkan biaya besar untuk mendatangkannya. Kendati sudah mendatangkan tenaga dari luar, masalah kekurangan tenaga manusia masih belum dapat terselesaikan. Oleh karena itu, angka produksi yang dihasilkan PG Jenar jarang menyentuh angka maksimal (De Locomotief, 24 November 1933).
Seperti pabrik gula di tempat lain, PG Jenar selalu mengggelar selamatan sebelum  memulai musim giling dengan harapan agar musim giling berjalan lancar ( sumber : rijksmuseum.nl ).
Jajaran karyawan PG Jenar tahun 1917. Komposisi karyawan terdiri dari orang Belanda totok, Indo, Tionghoa, dan pribumi ( sumber : rijksmuseum.nl ).
Daya tahan PG Jenar rupanya tak begitu lama. Bangunan pabrik yang tampaknya begitu megah dan tangguh nyatanya tak mampu menahan goncangan krisis keuangan. Saat PG Jenar sedang berada di masa puncaknya, tiba-tiba terjadi sebuah guncangan hebat yang menjadikan semua PG di Jawa nasibnya berada di ujung tanduk. Asal guncangan itu bukan dari Jawa, melainkan dari ribuan kilometer jauhnya dari PG Jenar, tepatnya di Gedung Bursa Wallstreet New York. Oktober 1929, Bursa Saham Wallstreet ambruk. Arus globalisasi yang sudah terasa pada waktu itu menjadikan krisis ini menjalar ke penjuru dunia. Sejalan dengan krisis itu, permintaan gula pun anjlok, padahal produksi gula dari Jawa bisa dikatakan lebih dari cukup. Kenyataan pahit ini memaksa ditandatanganinya perjanjian Charbourne tahun 1931, dimana Jawa harus menurunkan produksi gulanya yang berujung dengan banyaknya pabrik gula yang ditutup atau dilikudiasi. Salah satu pabrik gula yang tutup adalah PG Jenar. Perusahaan yang mengelola PG Jenar, "N.V. Suikeronderneming Poerworedjo" dijual kepada Nederlandsch Handel Maatschappij dengan harga hanya 1000 gulden saja. Berakhir sudahlah episode PG Jenar yang menghembuskan asap terakhirnya pada tahun 1933. Setelah ditutup, bangunan-bangunan bekas PG Jenar diratakan. Lahan pabrik dan rumah dinas kemudian dibeli oleh seorang Belanda bernama Johannes Cornelis Suzenaar. Separo lahan PG dijual lagi kepada Van Mook untuk lahan peternakan.
Di kebun-kebun tengah sawah itulah, pernah berdiri PG Jenar yang legendaris.
Sisa struktur beton di tengah rimbunnya kebun.
Bekas pondasi yang diduga merupakan kolam pembuangan limbah.
Struktur pondasi beton di tengah sawah.
Struktur pondasi dari sebuah platform dari baja.
Bekas pondasi stasiun giling.
Bekas pondasi dari sebuah dinding yang sekarang menjadi pematang sawah.

Bagian yang diperkirakan menjadi lokasi cerobong pabrik.
Mengikuti petunjuk yang diberikan oleh warga, saya menuju lokasi bangunan utama pabrik. Bangunan utama PG Jenar memiliki luas 13.400 m persegi. Konstruksinya tersusun dari batu-bata padat dan diperkuat dengan rangka logam. Di bawah atapnya yang terbuat dari lembaran galvanum, terdapat mesin-mesin yang dikelompokkan sesuai perannya masing-masing. Mesin-mesin PG Jenar dibagi menjadi stasiun gilingan, stasiun putaran, stasiun masakan, ruang mesin penggerak, ruang ketel, ruang kondensasi dan generator. Sumber listrik untuk penggerak dan pencahayaan dihasilkan dari generator yang ada di dalam pabrik dan generator cadangan yang berada di area perumahan dinas karyawan. A.J. van der Linden, kepala insinyur dari Technisch Bureau E. Rombout yang menangani pembangunan PG Jenar menyebutkan bahwa PG Jenar merupakan PG terbesar dan paling modern di Jawa pada saat itu. Di samping itu, PG ini menggunakan mesin-mesin yang hampir seluruhnya buatan Belanda, berbeda dengan pabrik gula lain yang sebagian besar mesinya masih dipasok dari negeri lain. Sayangnya, kemegahan bangunan pabrik yang digambarkan oleh A.J. van der Linden tadi sudah tidak bisa ditemukan lagi pada masa sekarang. Bangunan pabrik sekarang telah berganti menjadi sepetak kebun di tengah-tengah sawah. Nyaris tiada tembok yang tersisa yang dapat menguatkan imajinasi bahwa pernah berdiri sebuah pabrik gula besar di sini beserta mesin-mesin canggihnya. Tembok yang tersisa tinggal beberapa pondasi di tengah kebun gelap atau sawah berlumpur yang mungkin kelihatan tak berarti untuk orang awam. Sungguh sulit dipahami bagaimana bangunan pabrik gula yang dahulu berdiri megah, kini melebur bersama tanah.
Bekas railbed kereta besar dari arah Stasiun Jenar.

Gundukan tanah yang akan digunakan sebagai railbed kereta besar masuk ke dalam pabrik.
Pondasi jembatan di railbed.
Di sebelah barat lokas bekas PG Jenar, tampak gundukan tanah yang jika dilihat dari udara, jalur tersebut membentuk sebuah lengkungan. Itu adalah bekas railbed atau jalur kereta yang menghubungkan pabrik dengan jalur kereta jurusan Yogyakarta-Cilacap.Di gundukan jalur tanah tadi masih ada ada sisa pondasi jembatan kereta. Di masa lampau, hampir semua pabrik gula terintegrasi dengan jalur kereta. Pada saat pembangunan, jalur kereta membantu proses pengangkutan mesin dan material menuju lokasi pabrik. Sementara itu, jika pabrik sudah beroperasi, hasil produksi pabrik dapat langsung dibawa ke pasaran dunia.
Bangunan kantor administrasi PG Jenar. Sumber : colonialarchitecture.eu.
Kompleks perumahan dinas karyawan PG Jenar dengan taman yang tertata rapi (Sumber : troppenmuseum.nl).
Kompleks PG Jenar dilihat dari barat laut. Terlihat bangunan pabrik dan kompleks rumah karyawan. Di kejauhan, Perbukitan Menoreh terlihat samat. Sumber : troppenmuseum.nl
Berbagai macam bentuk rumah dinas karyawan PG Jenar yang dirancang dalam bentuk arsitektur Indis (Sumber : troppenmuseum.nl).
Sebuah foto yang tampaknya berasal dari 1920an merekam rupa PG Jenar dari udara. Dari situlah saya tahu bahwa tata letak pabrik ini telah direncanakan sedemikian rupa. Bangunan utama pabrik diletakan di barat, dekat rel kereta sehingga hasil produksi langsung bisa diangkut dengan kereta api. Sementara rumah dinas karyawan yang berada di sebelah timur pabrik ditata begitu rapi, lengkap dengan sarana hiburan seperti societeit, lapangan tenis, dan taman. Letaknya yang berada di dekat pabrik membantu pekerja dalam mobilitas, memudahkan pengawasan serta mengurangi ongkos transportasi. Di kompleks rumah dinas karyawan PG Jenar itulah, lahir salah satu Pahlawan Revolusi kebanggan orang Purworejo, Jenderal A.Yani. Jenderal Achmad Yani yang lahir pada tanggal 19 Juni 1922 merupakan putra seorang supir yang bekerja pada pemilik PG Jenar. Namun tidak lama kemudian, beliau pindah ke Desa Rendeng di Gebang dan menghabiskan sebagian masa kecilnya di sana. Sayangnya, rumah kelahiran sang Jenderal sudah tidak ada lagi tapaknya.
Jembatan tua di desa Pulutan, Ngombol.

Prasasti pada pagar jembatan.
PG Jenar memang menghasilkan keuntungan yang melimpah ruah, namun tentunya hanya segelintir orang yang menikmati keuntungan tadi. PG Jenar tak memberi dampak besar untuk masyarakat sekitar pabrik yang hanya menjadi penonton atau paling banter menjadi petani tebu atau kuli pabrik. Di saat pabrik gula lain mencoba untuk membuka poliklinik kesehatan yang dapat diakses gratis oleh masyarakat sekitar, PG Jenar tampaknya tidak tertarik untuk melakukan hal serupa. Kendati demikian, masih ada sumbangan konkrit dari PG Jenar yang diberikan masyarakat. Contohnya adalah sebuah jembatan kecil di Desa Pulutan, Ngombol. Ketika itu, sejumlah pabrik gula gencar melakukan perbaikan jembatan desa. Jembatan yang semula masih terbuat dari batang kelapa diganti dengan material yang lebih kuat. Pada salah satu sisi jembatan di desa Pulutan itu, terdapat prasasti berbahasa Belanda yang berbunyi “K.W. POELOETAN UITGEVORD DOOR DE SUIKERONDERNEMING POERWOREDJO 1925“Jika diartikan, jembatan tersebut didirikan oleh perusahaan perkebunan gula Purworejo pada tahun 1925.
Jenis lokomotif mallet yang digunakan PG Jenar (Sumber : De Ingeneur No.37).

Bekas jembatan lori di belakang gardu induk Banyuurip. Masyarakat lokal menyebutnya sebagai jembatan bolong telu (lubang tiga) karena jembatan ini memiliki tiga plengkungan (yang hanya nampak satu saja di foto).
Pondasi jembatan lori di Kelurahan Keseneng.
Jembatan lori di Desa Brondongrejo, Banyuurip.

Pondasi jembatan di Desa Sawit, Banyuurip.

Pondasi jembatan di Desa Tanjunganom, Banyuurip.
Kendali pabrik terhadap pasokan bahan baku menjadi kunci utama dari keberhasilan industri gula di Jawa meskipun seringkali cara tersebut merugikan petani kecil. 
Berbeda dengan pabrik gula sezaman di negara lain yang bahan mentah tebunya dibeli dari petani sekitar, pabrik gula di Jawa termasuk PG Jenar menanam sendiri tebunya di ladang yang menyewa dari pemilik tanah setempat. Ladang tebu yang disewa PG Jenar seluas 3123 bouw atau 2186 ha, ukuran yang terhitung luas sekali dan menjadikannya sebagai pabrik gula dengan ladang terluas di Jawa Tengah. Untuk mengangkut hasil panen dari segala penjuru tempat ke pabrik, pihak PG Jenar mengelola suatu jaringan tanportasi kereta api kecil atau decauville yang total panjang jaringannya mencapai sekitar 184 kilometer. Jaringan lori seluas itu ditungang dengan armada lokomotif mallet sebanyak 17 buah dan 1216 gerbong pengangkut. Sistem transportasi lori dipilih karena dapat mengatasi kendala yang biasanya dihadapi dengan transportasi gerobak tradisional seperti buruknya keadaan jalan di musim hujan dan resiko wabah yang menyerang hewan ternak penarik gerobak. Dengan demikian pabrik dapat menjamin rantai pasokan bahan baku. Hal inilah yang menjadi kunci keberhasilan pabrik gula di Jawa. Cukup sulit untuk mengetahui sejauh mana persebaran jaringan lori tersebut karena data peta lama yang tersedia di internet belum menampilkan sebaran lori PG Jenar. Kendati demikian, setidaknya masih dapat ditemukan beberapa tinggalan jalur lori PG Jenar seperti bekas pondasi jembatan lori yang berteberan di berbagai penjuru desa di Purworejo.

Satu-satunya bangunan rumah dinas PG Jenar yang masih tersisa.


Bagian dalam rumah.
Walau sudah berkalang tanah, namun bukan berarti jejak fisik PG Jenar benar-benar hilang sepenuhnya. Sedikit berjalan ke timur dari situs PG Jenar, terdapat sebuah rumah kuno berhalaman luas dengan pepohonan yang rindang. Bapak Bambang, pemilik rumah kuno tersebut mengisahkan bahwa rumah itu dibeli pada tahun 1941 oleh Raden Tjokropawiro, kakek pemilik rumah pada tahun 1941. Sebelumnya, rumah ini milik Johannes Cornelis Suzenaar yang sudah disebutkan sebelumnya. Lantaran rumah ini sudah dibeli, setidaknya nasib rumah ini jauh lebih beruntung daripada rumah-rumah dinas karyawan PG Jenar yang hanya menyisakan pondasi di tengah sawah. Arsitektur rumah ini sendiri tidak begitu mencolok, tapi masih terlihat sedap dipandang. Oleh karena itulah remaja sekitar biasanya sering berfoto ria di depan rumah ini. Beranda depan yang terbuka sekarang sudah ditutup untuk ruang tamu. Layaknya rumah dari zaman Belanda, langit-langit rumah terlihat tinggi, sengaja agar bagian dalam rumah terasa sejuk. Di samping rumah terdapat bangunan tambahan untuk garasi dan kamar tambahan. Rumah ini sebenarnya memiliki kembaran di sebelahnya. Namun kembaran rumah ini terlanjur dibongkar warga. Akhirnya, rumah inipun menjadi satu-satunya tinggalan sejarah PG Jenar yang masih dapat dinikmati sampai sekarang.

Begitulah kenyataanya. Imajinasi liar dari memori foto lama dan puing-puing yang tersisa tinggal menjadi satu-satunya cara untuk mengenang era keemasan PG ini, yang asapnya dahulu pernah mengepul di langit Purworejo. PG Jenar, pabrik gula pertama dan terakhir di Purworejo, kini sedang menunggu untuk digali sejarahnya lebih dalam….

Referensi
De Indische Mercuur 1 Desember 1908

Anonim. 1914. Lijst van Ondernemingen van Nederlandsch Indie. Batavia : Landsdrukkerij


Van der Linden, A.J. 1918. "De Inrichting van een suikerfabriek op Java" Dalam De Ingeneur no.37, 14 September 1928 : halaman 698-725

http://bloggerpurworejo.com/2011/05/pabrik-gula-jenar/

Knight, G. Roger. 2013. Commodities and Colonialism, The Story of Big Sugar in Indonesia, 1880-1942. Boston : Brill.

De Locomotief, 24 November 1933

16 komentar:

  1. Terima kasih mas info nya,, saya pernah jalan2 ke Pemalang, di sana ada PAbrik Gula Sumberharjo,, bangunan nya masih lengkap berdiri megah,, cerobong asap nya besar,, masih ada stasiun dan rel untuk lori2 kereta,, mess karyawan nya juga masih ada dan masih di tinggali,, di sana juga ada monumen bekas bom yg konon masih aktif,, klo kapan2 ke pemalang, mohon kira nya bisa meliput PG tersebut, terima kasih

    BalasHapus
  2. Bagus semua artikelnya, Mas..
    Sering sedih liat bangunan tua yang gak terurus..

    BalasHapus
  3. Bagus semua artikelnya, Mas..
    Sering sedih liat bangunan tua yang gak terurus..

    BalasHapus
  4. seandainya dirawat akan jadi aset wisata

    BalasHapus
  5. mantab penelusurannya...
    dulu juga saya pernah curiga dimana sebenarnya letak PG Djenar, soalnya setiap naik kereta kebarat setelah stasiun Jenar selalu lihat areal lahan yang bentuknya berbelok mirip langsiran jalur kereta. di google map juga terlihat jelas struktur belokannya identik dengan jalur kereta.
    tapi baru sekarang ini dan dari artikel ini benar2 tau dimana lokasi persisnya PG Djenar

    di daerah banyuurip memang banyak sekali bekas fondasi jembatan lori seperti di tepi jalan desa Tanjunganom, ke selatan lagi di tengah sawah dekat sebelum pertigaan stasiun Montelan, kemudian di arah jalan Desa Sawit ke utara menuju Desa Golok agak timur jalan.

    berkali -kali saya coba telusuri tentang peta jalur lori PG Djenar, tapi memang ndak pernah ketemu. Kesimpulannya persebaran jalur lori PG Djenar ini masih menjadi misteri bagi saya sampai sekarang.

    BalasHapus
  6. sayang banget ya, bangunan semegah itu bisa musnah, padahal pabrik gula daerah lain meskipun sudah tidak digunakan fisiknya tetap ada

    BalasHapus
  7. Terus yg percabangan dari stasiun montelan dimana pak?

    BalasHapus
  8. Pematang di tengah sawah jl besole desa tanjungrejo juga bekas jalur rel lori dari arah barat ke timur lewat montelan,di pertigaan jl besole yang ditengah sawah itu msh ada bekas pondasi jembatan kecil rel lori,dengan dudukan rel yang msh utuh. Dan beberapa rel lori jg ada yg dipakai untuk pembatas jembatan,dan ada yg untuk pagar rumah,dan kondisi masih utuh.SD krandegan ke timur juga bekas jalur rel lori,bekas rel dibuat pembatas jembatan. Terus parit kecil yang di sebelah barat kali angkrik jln kutoarjo ketawang juga menjadi saksi bisu kejayaan pabrik tebu PG jenar,di sepanjang parit itu dulu jg jalur lori,dari kutoarjo ke arah sangubanyu,terus belok kebarat ke arah kec butuh. Terus bekas bangunan dermaga di pasir puncu juga menjadi saksi bisu jalur rel lori yang lewat pinggir kali jali ke arah kutoarjo,percabangannya ada di depan pabrik ban,yang satu ke selatan arah dermaga dan yg satu ke arah barat sepanjang jl Deandles,sebelum tahun 2000 sepanjang jl Deandles adalah penghasil tebu dari dulu.

    BalasHapus
  9. Lg nelusurin jalur kereta api pantai selatan Jawa, tau2 nemu kaya percabangan melengkung ngk jauh dr stasiun Jenar, ni kayakny ada pabrik gula duluny... Pas googling ternyata benar 😂
    Mantap kang infonya... 👍

    BalasHapus
  10. Mantap terjawab pertanyaan dalam hati saya, bekas gundukan rail bed dan bekas jembatan dekat stasiun jenar yg bisa dilihat dari kereta

    BalasHapus
  11. Mantap infonya
    Coba pg yang lainya mas

    BalasHapus
  12. Mantap infonya
    Coba pg yang lainya mas

    BalasHapus
  13. Dekat pertigaan stasiun Montelan ada bekas railbed lori yg masih ada jembatan kecilnya

    BalasHapus
  14. bisa dishare tidak mas lokasi bekas pondasi lori di keseneng ? terimakasih

    BalasHapus
  15. Kemarin waktu saya ke rumah temen saya, terus di ajak ke sawah di daerah krumpyung banyuurip gk sengaja Nemu bangunan tua di tengah sawah ternyata bekas pondasi rel lori yang 1 masih utuh bulet kaya di Utara stasiun montelan yang 1 nya tinggal pondasi samping kaya di desa sawit

    BalasHapus